Iman memiliki tanda-tanda, mempunyai rasa serta memberikan dampak, juga 
memiliki cahaya dan ikatan yang senantiasa di pegang oleh pemiliknya. 
Maka perlu bagi kita kaum muslimin yang notaben juga mukmin mengenal 
tanda-tanda keimanan, agar dapat mengukur diri kita masing-masing apakah 
kita masuk orang orang yang difirmankan Allah, yang Artinya: 
“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah 
akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.” (QS. 19:96). 
Di antara indikator iman yang benar adalah sebagai berikut:
Ittiba' Kepada Rasul Shalallaahu alaihi wasalam Dengan Sebenarnya
Seorang mukmin senantiasa menerima apa saja yang disampaikan oleh 
Nabinya n, sebab khawatir termasuk golongan yang disabdakan oleh beliau :
"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga kemauan 
(hawa nafsunya) tunduk terhadap segala yang kusampaikan."
Hawanya, cintanya, angan-angan dan keinginanya senantiasa diukur dengan 
apa yang dibawa oleh Nabinya Shalallaahu alaihi wasalam, tidak 
menyelisihi perintahnya dan tidak melanggar larangannya, lisannya senantiasa 
berucap, yang Artinya:
“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan 
dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam 
golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)". (QS. 3:53)  
Tunduk Terhadap Hukum Allah
Apabila telah ada ketetapan dari Allah baik berupa perintah atau pun 
larangan, maka seorang mukmin tidak pikir-pikir lagi atau mencari 
alternatif yang lain. Namun menerima dengan sepenuh hati terhadap apa yang 
ditetapkan Allah tersebut dalam segala permasalahan hidup. Allah 
Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : 
“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi 
perem-puan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan 
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan 
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah 
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. 33:36)  
Membenarkan Apa yang Di-sampaikan Allah dan Rasul-Nya, Tanpa Ragu 
Sedikitpun.
Seorang mukmin harus percaya dan membenarkan segala yang disampaikan 
Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, meskipun 
belum mengetahui fadhilah atau hikmahnya. Jika kita telah memiliki 
sifat yang demikian, maka niscaya akan menjadi orang yang beruntung. Sebab 
Allah Subhannahu wa Ta'ala akan memasukkan kita dalam golongan yang 
disebutkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam firman Nya, yang Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang 
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. 
49:15)
Sebagai misal, ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mengatakan, 
bahwa wanita (pada mulanya) diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk 
yang memiliki sifat bengkok, maka seorang mukmin dan mukminah harus 
membenarkannya tanpa ragu sedikit pun. Wanita mukminah sejati tidak keberatan 
menerima hadits ini dan tidak meragukannya, demikian pula terhadap 
ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum-hukum yang khusus berkenaan dengan 
wanita.  
Senantiasa Bertaubat, Beristighfar dan Takut Su'ul Khatimah
Di antara ucapan seorang mukmin adalah sebagaimana yang difirmankan 
Allah Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya :
“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada 
iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Rabbmu", maka kami pun beriman. 
Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari 
kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang- orang 
yang berbakti.” (QS. 3:193)
Seorang mukmin selalu melihat keburukan dirinya dan takut serta 
bersedih atas dosa-dosa yang pernah diperbuatnya. Rasulullah Shalallaahu 
alaihi wasalam bersabda,
"Barang siapa yang bersedih terhadap keburukannya dan bergembira 
terhadap kebaikannya, maka dia seorang mukmin." (HR. Ahmad)
Maka bukan merupakan sifat seorang mukmin kalau bangga tatkala dapat 
melakukan keburukan dan kejahatan, atau malah bersedih apabila berbuat 
kebaikan.  
Besar Rasa Takut dan Harapnya
Rasa takut dan harap yang sangat besar berkumpul di dalam hati seorang 
mukmin, dia takut nanti kalau pada Hari Kiamat masuk ke dalam neraka, 
namun sekaligus berharap agar Allah menyelamatkannya, percaya akan 
rahmat Allah dan berharap agar segala amal perbuatannya diterima. Mereka 
memohon kepada Allah, yang artinya:
“Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami 
dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan 
kami di Hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji". (QS. 
3:194)  
Sungguh-Sungguh dan Taat Beribadah
Seorang mukmin selalu bersungguh-sungguh dan taat dalam beribadah 
kepada Allah, selalu beristighfar, terutama di waktu sahur. Firman Allah:
“(Yaitu) orang-orang yang berdo'a, "Ya Rabb kami, sesungguhnya kami 
telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari 
siksa neraka". (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap 
ta'at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun 
di waktu sahur.” (QS. 3:16-17)
Inilah di antara beberapa tanda-tanda iman, dan tentunya masih banyak 
lagi tanda-tanda lain yang tidak bisa disebutkan di sini. Yang penting 
adalah kita mencoba mengukur diri sampai di mana keimanan kita, kalau 
seluruh tanda keimanan yang tersebut di atas ada pada diri kita, maka 
hendaklah memuji Allah karena telah memberikan karunia yang amat besar. 
Dan sebaliknya kalau masih banyak yang belum ada pada diri kita, maka 
marilah bersegera meraih dan mengejar ketertinggalan kita, sebelum pintu 
kehidupan ini tertutup. 
Ikatan Iman yang Terkuat
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci 
karena Allah." (HR. Abu Dawud)
Seorang mukmin hendaknya selalu melihat apakah dirinya telah 
menda-patkan tali terkuat ini atau kah belum? Sudahkah dirinya mampu mencintai 
karena Allah dan membenci karena Allah, atau kah malah justru mencintai 
dan membenci tergantung pada hawa nafsu dan pendapat sendiri?
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu pernah berkata, "Barang siapa yang 
mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memusuhi karena Allah, loyal 
(berwala) karena Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan perwalian 
(cinta dan pembelaan) dari Allah dengan sebab tersebut. seorang hamba tidak 
akan merasakan lezatnya iman, meskipun banyak shalat dan puasa, 
sehingga dia bersikap demikian itu."
Sinar Keimanan
Iman akan memancarkan sinar yang terbit menyinari di dalam hati, 
sehingga hati menjadi hidup. Amr Ibnu Qais berkata, "Aku mendengar bukan 
hanya dari seorang shahabat saja yang berkata, "Cahaya iman adalah 
tafakkur."
Yaitu merenungkan dan memikirkan segala kebesaran dan kekuasaan Allah, 
segenap makhlukNya, memikirkan asma' dan sifat sifat Allah yang Maha 
Luhur, sehingga kalau itu semua memenuhi hati, maka akan membuatnya 
bersinar dan bercahaya, yang itu akan terus menambah kedekatan dan rasa 
cinta terhadap Allah Rabb Pencipta dan Pemeliharanya.
Iman, Musik dan Lagu
Musik dan lagu tidak akan dapat bersatu di dalam hati seorang mukmin 
sejati, sehingga amatlah sulit untuk dapat mencapai keutuhan dan 
kesempurnaan iman. Sebab hati yang seharusnya ditempati secara keseluruhan 
untuk iman, ternyata ada jatah yang di sediakan untuk nyanyian dan musik, 
akan berbahaya kalau jatah untuk musik dan nyanyian lebih besar daripada 
jatah untuk keimanan. Sebab musik dan lagu sebagaimana disabdakan oleh 
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dapat menumbuhkan kamunafikan.
Maka seorang mukmin hedaknya memakmurkan dan memenuhi hatinya dengan 
iman, jangan sampai nyanyian mendominasi hati karena itu dapat 
menjerumuskan ke dalam su'ul khatimah. Sebagaimana hal itu pernah terjadi di 
dalam kisah nyata, yaitu seorang yang akan meninggal dunia ketika dituntun 
untuk membaca syahadat dia tidak bisa mengucapkannya dan justru malah 
menyanyi. Na'udzu billah min dzalik.
Manisnya Iman
Manisnya iman dapat diraih dengan tiga hal sebagaimana yang disabdakan 
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, yang artinya:
"Tiga hal yang barang siapa memilki ketiganya, maka akan merasakan 
manisnya iman, (yaitu) Allah dan Rasulnya lebih dia cintai daripada selain 
keduanya, apabila menyintai seseorang, maka tidaklah dia mencintai, 
kecuali karena Allah, serta benci untuk kembali kepada kekufuran setelah 
Allah menyela-matkan darinya sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke 
neraka." (HR. Al-Bukhari)
Maka masing-masing kita hedaklah melihat, apakah Allah dan Rasul telah 
kita tempatkan di atas semua orang, termasuk anak, istri atau suami, 
serta segala kesenangan hidup? Lalu kita lihat juga apakan cinta kita 
terhadap sesama manusia sudah karena Allah, atau kah karena ada 
sebab-sebab lain seperti materi, tujuan keduniaan, kelompok dan golongan dan 
sebagai-nya? Lalu yang ketiga, apakah kita telah membenci kekufuran, 
termasuk pelakunya dan segala yang berkaitan dengan diri, kehidupan dan 
gayanya? Atau kah sebaliknya kita malah meniru (tasyabbuh), taklid dan 
ikut-ikutan terhadap prilaku kaum kufar?
Sikap Mukmin Terhadap Dosa
Abdullah Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu berkata, "Sesungguhnya seorang 
mukmin melihat dosanya ibarat kalau dia sedang duduk di bawah gunung dan 
takut kalau gunung itu runtuh menimpanya. Sedangkan seorang fajir 
(pelaku dosa) melihat dosanya ibarat (melihat) lalat yang terbang di depan 
hidungnya seraya mengatakan begini." Para ulama manafsirkan, yaitu 
dengan menggerak-kan tangannya di depan hidung layak-nya mengusir lalat.
Sikap seseorang terhadap dosa akan sangat berpengaruh terhadap 
sikap-sikapnya di dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini disebabkan karena 
tatkala seseorang menganggap kecil dan remeh sebuah dosa, maka cenderung 
akan berbuat semaunya.
Maka seorang mukmin kalau berbuat dosa akan merasa sedih, takut dan 
gelisah karena kekuatan imannya mendorong demikian. Ia tidak melihat besar 
kecilnya dosa, namun melihat kepada siapa berbuat dosa. Demikian 
hendaknya masing-maing kita menyikapi dosa, karena hal itu akan mendorong ke 
arah sikap-sikap positif se-perti introspeksi (muhasabah), mawas diri, 
hati-hati serta banyak beristighfar.
Mudah-mudahan Allah Subhannahu wa Ta'ala memasukkan kita semua ke dalam 
golongan hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan iman yang sejati dan 
benar, serta menghapuskan dosa dan kesalahan kita baik yang telah lalu 
maupun yang akan datang. Amin. 
Sumber: Kutaib,”Min ‘alamatil iman ash shadiq,” Asma’ binti Abdur 
Rahman Al Bani, bittasharruf wazzi-yadh. (Ibnu Djawari)