Tarbiyah

Home | Seputar Dunia Islam | Tarbiyah | Muslimah Zone |

Wednesday, January 25, 2006

Adab Membaca Alquran

“Agar engkau dapat memahami dan merenungkan berbagai makna dari ayat yang kau baca, maka bacalah Al Quran dengan tartil, perlahan, tidak tergesa-gesa, dan terlalu cepat. Kita dilarang membaca Al Quran terlalu cepat dan tidak tartil.”
Allah telah mewahyukan kepada Nabi saw :

“Dan bacalah Al Quran dengan perlahan-lahan” (QS 73 : 4)

Ketika Ummu Salamah dan sejumlah sahabat lainnya men- ceritakan bagaimana Rasulullah saw membaca Al Quran, mereka mengatakan “Rasulullah saw membaca Al Quran dengan tartil, huruf demi huruf.”

Rasulullah bersabda :
“Baca dan meningkatlah dan bacalah secara tartil. Sesungguhnya kedudukanmu (di Surga) sesuai dengan ayat terakhir yang engkau baca”.

“Pelajarilah Al Quran itu, karena dengan membacanya kalian akan mendapatkan pahala,
setiap hurufnya berpahala 10 kebaikan. Aku tidak mengatakan Aliff, laam, dan miim (sebagai 1 kata) tetapi Aliff, Laam, Miim dengan setiap hurufnya 10 kebaikan”
(HR Ad-Darimi) (Fiqih Wanita/bab Fadhilah Al Quran/Pustaka Al Kautsar)

Sebagian ulama rhm menyebutkan “jumlah tingkatan surga sejumlah ayat Al Quran sehingga orang yang membaca Al Quran secara keseluruhan akan menempati tingkatan tertinggi di Surga”. Kedudukan ini akan diperoleh orang yang membaca Al Quran dengan baik dan mengamalkannya, bukan dia yang mencampur adukkan amal baik dan amal buruknya.
Wallahu A’lam bishowab.
Membaca Al Quran dengan suara merdu adalah sunnah. Suara yang merdu membantu seseorang untuk menghadirkan kekhusyukan hati dan membantunya mendengarkan Al Quran dengan baik. Rasulullah bersabda
“Hiasilah Al Quran dengan suara kalian, barang siapa tidak membaca Al Quran dengan melagukannya, maka dia tidak termasuk golongan kami”
Ketika membaca Al Quran hendaknya kita berada dalam keadaan terbaik yaitu :
Dalam keadaan suci (tidak berhadas, bersihnya badan, pakaian, dan tempat)
Dalam keadaan menjaga wudhu
Menghadap kiblat
Seluruh anggota tubuh tenang (tidak menoleh kiri-kanan)
Konsentrasi penuh/khusu’ (perhatian tidak terbagi-bagi) sehingga bisa menghadirkan hati
Aroma tubuh yang harum.
Penuh kerendahan hati dan ketawadhu’an kepada Allah
Berusaha untuk memahami maknanya.
(Fadhilah Quran/Himpunan Fadilah Amal)
“Sesungguhnya rumah itu akan terasa luas bagi penghuninya, akan didatangi malaikat, dijauhi syaitan dan akan membanjir pula di dalamnya kebaikan, jika dibacakan Al Quran di dalamnya. Sebaliknya, rumah itu akan terasa sempit bagi penghuninya, akan dijauhi malaikat, serta tidak banyak kebaikan jika tidak dibacakan Al Quran di dalamnya” (HR Ad Darimi)

Wednesday, January 18, 2006

Mengenal Indikator Keimanan

Iman memiliki tanda-tanda, mempunyai rasa serta memberikan dampak, juga
memiliki cahaya dan ikatan yang senantiasa di pegang oleh pemiliknya.
Maka perlu bagi kita kaum muslimin yang notaben juga mukmin mengenal
tanda-tanda keimanan, agar dapat mengukur diri kita masing-masing apakah
kita masuk orang orang yang difirmankan Allah, yang Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah
akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.” (QS. 19:96).

Di antara indikator iman yang benar adalah sebagai berikut:
Ittiba' Kepada Rasul Shalallaahu alaihi wasalam Dengan Sebenarnya
Seorang mukmin senantiasa menerima apa saja yang disampaikan oleh
Nabinya n, sebab khawatir termasuk golongan yang disabdakan oleh beliau :
"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga kemauan
(hawa nafsunya) tunduk terhadap segala yang kusampaikan."
Hawanya, cintanya, angan-angan dan keinginanya senantiasa diukur dengan
apa yang dibawa oleh Nabinya Shalallaahu alaihi wasalam, tidak
menyelisihi perintahnya dan tidak melanggar larangannya, lisannya senantiasa
berucap, yang Artinya:
“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan
dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam
golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)". (QS. 3:53)

Tunduk Terhadap Hukum Allah
Apabila telah ada ketetapan dari Allah baik berupa perintah atau pun
larangan, maka seorang mukmin tidak pikir-pikir lagi atau mencari
alternatif yang lain. Namun menerima dengan sepenuh hati terhadap apa yang
ditetapkan Allah tersebut dalam segala permasalahan hidup. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya :
“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi
perem-puan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. 33:36)

Membenarkan Apa yang Di-sampaikan Allah dan Rasul-Nya, Tanpa Ragu
Sedikitpun.
Seorang mukmin harus percaya dan membenarkan segala yang disampaikan
Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, meskipun
belum mengetahui fadhilah atau hikmahnya. Jika kita telah memiliki
sifat yang demikian, maka niscaya akan menjadi orang yang beruntung. Sebab
Allah Subhannahu wa Ta'ala akan memasukkan kita dalam golongan yang
disebutkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam firman Nya, yang Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS.
49:15)
Sebagai misal, ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mengatakan,
bahwa wanita (pada mulanya) diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk
yang memiliki sifat bengkok, maka seorang mukmin dan mukminah harus
membenarkannya tanpa ragu sedikit pun. Wanita mukminah sejati tidak keberatan
menerima hadits ini dan tidak meragukannya, demikian pula terhadap
ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum-hukum yang khusus berkenaan dengan
wanita.

Senantiasa Bertaubat, Beristighfar dan Takut Su'ul Khatimah
Di antara ucapan seorang mukmin adalah sebagaimana yang difirmankan
Allah Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya :
“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada
iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Rabbmu", maka kami pun beriman.
Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari
kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang- orang
yang berbakti.” (QS. 3:193)
Seorang mukmin selalu melihat keburukan dirinya dan takut serta
bersedih atas dosa-dosa yang pernah diperbuatnya. Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam bersabda,
"Barang siapa yang bersedih terhadap keburukannya dan bergembira
terhadap kebaikannya, maka dia seorang mukmin." (HR. Ahmad)
Maka bukan merupakan sifat seorang mukmin kalau bangga tatkala dapat
melakukan keburukan dan kejahatan, atau malah bersedih apabila berbuat
kebaikan.

Besar Rasa Takut dan Harapnya
Rasa takut dan harap yang sangat besar berkumpul di dalam hati seorang
mukmin, dia takut nanti kalau pada Hari Kiamat masuk ke dalam neraka,
namun sekaligus berharap agar Allah menyelamatkannya, percaya akan
rahmat Allah dan berharap agar segala amal perbuatannya diterima. Mereka
memohon kepada Allah, yang artinya:
“Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami
dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan
kami di Hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji". (QS.
3:194)

Sungguh-Sungguh dan Taat Beribadah
Seorang mukmin selalu bersungguh-sungguh dan taat dalam beribadah
kepada Allah, selalu beristighfar, terutama di waktu sahur. Firman Allah:
“(Yaitu) orang-orang yang berdo'a, "Ya Rabb kami, sesungguhnya kami
telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari
siksa neraka". (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap
ta'at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun
di waktu sahur.” (QS. 3:16-17)

Inilah di antara beberapa tanda-tanda iman, dan tentunya masih banyak
lagi tanda-tanda lain yang tidak bisa disebutkan di sini. Yang penting
adalah kita mencoba mengukur diri sampai di mana keimanan kita, kalau
seluruh tanda keimanan yang tersebut di atas ada pada diri kita, maka
hendaklah memuji Allah karena telah memberikan karunia yang amat besar.
Dan sebaliknya kalau masih banyak yang belum ada pada diri kita, maka
marilah bersegera meraih dan mengejar ketertinggalan kita, sebelum pintu
kehidupan ini tertutup.

Ikatan Iman yang Terkuat

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci
karena Allah." (HR. Abu Dawud)
Seorang mukmin hendaknya selalu melihat apakah dirinya telah
menda-patkan tali terkuat ini atau kah belum? Sudahkah dirinya mampu mencintai
karena Allah dan membenci karena Allah, atau kah malah justru mencintai
dan membenci tergantung pada hawa nafsu dan pendapat sendiri?
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu pernah berkata, "Barang siapa yang
mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memusuhi karena Allah, loyal
(berwala) karena Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan perwalian
(cinta dan pembelaan) dari Allah dengan sebab tersebut. seorang hamba tidak
akan merasakan lezatnya iman, meskipun banyak shalat dan puasa,
sehingga dia bersikap demikian itu."

Sinar Keimanan

Iman akan memancarkan sinar yang terbit menyinari di dalam hati,
sehingga hati menjadi hidup. Amr Ibnu Qais berkata, "Aku mendengar bukan
hanya dari seorang shahabat saja yang berkata, "Cahaya iman adalah
tafakkur."
Yaitu merenungkan dan memikirkan segala kebesaran dan kekuasaan Allah,
segenap makhlukNya, memikirkan asma' dan sifat sifat Allah yang Maha
Luhur, sehingga kalau itu semua memenuhi hati, maka akan membuatnya
bersinar dan bercahaya, yang itu akan terus menambah kedekatan dan rasa
cinta terhadap Allah Rabb Pencipta dan Pemeliharanya.

Iman, Musik dan Lagu

Musik dan lagu tidak akan dapat bersatu di dalam hati seorang mukmin
sejati, sehingga amatlah sulit untuk dapat mencapai keutuhan dan
kesempurnaan iman. Sebab hati yang seharusnya ditempati secara keseluruhan
untuk iman, ternyata ada jatah yang di sediakan untuk nyanyian dan musik,
akan berbahaya kalau jatah untuk musik dan nyanyian lebih besar daripada
jatah untuk keimanan. Sebab musik dan lagu sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dapat menumbuhkan kamunafikan.
Maka seorang mukmin hedaknya memakmurkan dan memenuhi hatinya dengan
iman, jangan sampai nyanyian mendominasi hati karena itu dapat
menjerumuskan ke dalam su'ul khatimah. Sebagaimana hal itu pernah terjadi di
dalam kisah nyata, yaitu seorang yang akan meninggal dunia ketika dituntun
untuk membaca syahadat dia tidak bisa mengucapkannya dan justru malah
menyanyi. Na'udzu billah min dzalik.

Manisnya Iman

Manisnya iman dapat diraih dengan tiga hal sebagaimana yang disabdakan
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, yang artinya:
"Tiga hal yang barang siapa memilki ketiganya, maka akan merasakan
manisnya iman, (yaitu) Allah dan Rasulnya lebih dia cintai daripada selain
keduanya, apabila menyintai seseorang, maka tidaklah dia mencintai,
kecuali karena Allah, serta benci untuk kembali kepada kekufuran setelah
Allah menyela-matkan darinya sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke
neraka." (HR. Al-Bukhari)
Maka masing-masing kita hedaklah melihat, apakah Allah dan Rasul telah
kita tempatkan di atas semua orang, termasuk anak, istri atau suami,
serta segala kesenangan hidup? Lalu kita lihat juga apakan cinta kita
terhadap sesama manusia sudah karena Allah, atau kah karena ada
sebab-sebab lain seperti materi, tujuan keduniaan, kelompok dan golongan dan
sebagai-nya? Lalu yang ketiga, apakah kita telah membenci kekufuran,
termasuk pelakunya dan segala yang berkaitan dengan diri, kehidupan dan
gayanya? Atau kah sebaliknya kita malah meniru (tasyabbuh), taklid dan
ikut-ikutan terhadap prilaku kaum kufar?

Sikap Mukmin Terhadap Dosa

Abdullah Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu berkata, "Sesungguhnya seorang
mukmin melihat dosanya ibarat kalau dia sedang duduk di bawah gunung dan
takut kalau gunung itu runtuh menimpanya. Sedangkan seorang fajir
(pelaku dosa) melihat dosanya ibarat (melihat) lalat yang terbang di depan
hidungnya seraya mengatakan begini." Para ulama manafsirkan, yaitu
dengan menggerak-kan tangannya di depan hidung layak-nya mengusir lalat.
Sikap seseorang terhadap dosa akan sangat berpengaruh terhadap
sikap-sikapnya di dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini disebabkan karena
tatkala seseorang menganggap kecil dan remeh sebuah dosa, maka cenderung
akan berbuat semaunya.
Maka seorang mukmin kalau berbuat dosa akan merasa sedih, takut dan
gelisah karena kekuatan imannya mendorong demikian. Ia tidak melihat besar
kecilnya dosa, namun melihat kepada siapa berbuat dosa. Demikian
hendaknya masing-maing kita menyikapi dosa, karena hal itu akan mendorong ke
arah sikap-sikap positif se-perti introspeksi (muhasabah), mawas diri,
hati-hati serta banyak beristighfar.

Mudah-mudahan Allah Subhannahu wa Ta'ala memasukkan kita semua ke dalam
golongan hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan iman yang sejati dan
benar, serta menghapuskan dosa dan kesalahan kita baik yang telah lalu
maupun yang akan datang. Amin.

Sumber: Kutaib,”Min ‘alamatil iman ash shadiq,” Asma’ binti Abdur
Rahman Al Bani, bittasharruf wazzi-yadh. (Ibnu Djawari)

Mengenal Indikator Keimanan

Iman memiliki tanda-tanda, mempunyai rasa serta memberikan dampak, juga
memiliki cahaya dan ikatan yang senantiasa di pegang oleh pemiliknya.
Maka perlu bagi kita kaum muslimin yang notaben juga mukmin mengenal
tanda-tanda keimanan, agar dapat mengukur diri kita masing-masing apakah
kita masuk orang orang yang difirmankan Allah, yang Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah
akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.” (QS. 19:96).

Di antara indikator iman yang benar adalah sebagai berikut:

Ittiba' Kepada Rasul Shalallaahu alaihi wasalam Dengan Sebenarnya
Seorang mukmin senantiasa menerima apa saja yang disampaikan oleh
Nabinya n, sebab khawatir termasuk golongan yang disabdakan oleh beliau :
"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga kemauan
(hawa nafsunya) tunduk terhadap segala yang kusampaikan."
Hawanya, cintanya, angan-angan dan keinginanya senantiasa diukur dengan
apa yang dibawa oleh Nabinya Shalallaahu alaihi wasalam, tidak
menyelisihi perintahnya dan tidak melanggar larangannya, lisannya senantiasa
berucap, yang Artinya:
“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan
dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam
golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)". (QS. 3:53)

Tunduk Terhadap Hukum Allah
Apabila telah ada ketetapan dari Allah baik berupa perintah atau pun
larangan, maka seorang mukmin tidak pikir-pikir lagi atau mencari
alternatif yang lain. Namun menerima dengan sepenuh hati terhadap apa yang
ditetapkan Allah tersebut dalam segala permasalahan hidup. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya :
“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi
perem-puan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. 33:36)

Membenarkan Apa yang Di-sampaikan Allah dan Rasul-Nya, Tanpa Ragu
Sedikitpun.
Seorang mukmin harus percaya dan membenarkan segala yang disampaikan
Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, meskipun
belum mengetahui fadhilah atau hikmahnya. Jika kita telah memiliki
sifat yang demikian, maka niscaya akan menjadi orang yang beruntung. Sebab
Allah Subhannahu wa Ta'ala akan memasukkan kita dalam golongan yang
disebutkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam firman Nya, yang Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS.
49:15)
Sebagai misal, ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mengatakan,
bahwa wanita (pada mulanya) diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk
yang memiliki sifat bengkok, maka seorang mukmin dan mukminah harus
membenarkannya tanpa ragu sedikit pun. Wanita mukminah sejati tidak keberatan
menerima hadits ini dan tidak meragukannya, demikian pula terhadap
ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum-hukum yang khusus berkenaan dengan
wanita.

Senantiasa Bertaubat, Beristighfar dan Takut Su'ul Khatimah
Di antara ucapan seorang mukmin adalah sebagaimana yang difirmankan
Allah Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya :
“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada
iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Rabbmu", maka kami pun beriman.
Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari
kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang- orang
yang berbakti.” (QS. 3:193)
Seorang mukmin selalu melihat keburukan dirinya dan takut serta
bersedih atas dosa-dosa yang pernah diperbuatnya. Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam bersabda,
"Barang siapa yang bersedih terhadap keburukannya dan bergembira
terhadap kebaikannya, maka dia seorang mukmin." (HR. Ahmad)
Maka bukan merupakan sifat seorang mukmin kalau bangga tatkala dapat
melakukan keburukan dan kejahatan, atau malah bersedih apabila berbuat
kebaikan.

Besar Rasa Takut dan Harapnya
Rasa takut dan harap yang sangat besar berkumpul di dalam hati seorang
mukmin, dia takut nanti kalau pada Hari Kiamat masuk ke dalam neraka,
namun sekaligus berharap agar Allah menyelamatkannya, percaya akan
rahmat Allah dan berharap agar segala amal perbuatannya diterima. Mereka
memohon kepada Allah, yang artinya:
“Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami
dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan
kami di Hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji". (QS.
3:194)

Sungguh-Sungguh dan Taat Beribadah
Seorang mukmin selalu bersungguh-sungguh dan taat dalam beribadah
kepada Allah, selalu beristighfar, terutama di waktu sahur. Firman Allah:
“(Yaitu) orang-orang yang berdo'a, "Ya Rabb kami, sesungguhnya kami
telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari
siksa neraka". (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap
ta'at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun
di waktu sahur.” (QS. 3:16-17)
Inilah di antara beberapa tanda-tanda iman, dan tentunya masih banyak
lagi tanda-tanda lain yang tidak bisa disebutkan di sini. Yang penting
adalah kita mencoba mengukur diri sampai di mana keimanan kita, kalau
seluruh tanda keimanan yang tersebut di atas ada pada diri kita, maka
hendaklah memuji Allah karena telah memberikan karunia yang amat besar.
Dan sebaliknya kalau masih banyak yang belum ada pada diri kita, maka
marilah bersegera meraih dan mengejar ketertinggalan kita, sebelum pintu
kehidupan ini tertutup.

Ikatan Iman yang Terkuat

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci
karena Allah." (HR. Abu Dawud)
Seorang mukmin hendaknya selalu melihat apakah dirinya telah
menda-patkan tali terkuat ini atau kah belum? Sudahkah dirinya mampu mencintai
karena Allah dan membenci karena Allah, atau kah malah justru mencintai
dan membenci tergantung pada hawa nafsu dan pendapat sendiri?
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu pernah berkata, "Barang siapa yang
mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memusuhi karena Allah, loyal
(berwala) karena Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan perwalian
(cinta dan pembelaan) dari Allah dengan sebab tersebut. seorang hamba tidak
akan merasakan lezatnya iman, meskipun banyak shalat dan puasa,
sehingga dia bersikap demikian itu."

Sinar Keimanan

Iman akan memancarkan sinar yang terbit menyinari di dalam hati,
sehingga hati menjadi hidup. Amr Ibnu Qais berkata, "Aku mendengar bukan
hanya dari seorang shahabat saja yang berkata, "Cahaya iman adalah
tafakkur."
Yaitu merenungkan dan memikirkan segala kebesaran dan kekuasaan Allah,
segenap makhlukNya, memikirkan asma' dan sifat sifat Allah yang Maha
Luhur, sehingga kalau itu semua memenuhi hati, maka akan membuatnya
bersinar dan bercahaya, yang itu akan terus menambah kedekatan dan rasa
cinta terhadap Allah Rabb Pencipta dan Pemeliharanya.

Iman, Musik dan Lagu

Musik dan lagu tidak akan dapat bersatu di dalam hati seorang mukmin
sejati, sehingga amatlah sulit untuk dapat mencapai keutuhan dan
kesempurnaan iman. Sebab hati yang seharusnya ditempati secara keseluruhan
untuk iman, ternyata ada jatah yang di sediakan untuk nyanyian dan musik,
akan berbahaya kalau jatah untuk musik dan nyanyian lebih besar daripada
jatah untuk keimanan. Sebab musik dan lagu sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dapat menumbuhkan kamunafikan.
Maka seorang mukmin hedaknya memakmurkan dan memenuhi hatinya dengan
iman, jangan sampai nyanyian mendominasi hati karena itu dapat
menjerumuskan ke dalam su'ul khatimah. Sebagaimana hal itu pernah terjadi di
dalam kisah nyata, yaitu seorang yang akan meninggal dunia ketika dituntun
untuk membaca syahadat dia tidak bisa mengucapkannya dan justru malah
menyanyi. Na'udzu billah min dzalik.

Manisnya Iman

Manisnya iman dapat diraih dengan tiga hal sebagaimana yang disabdakan
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, yang artinya:
"Tiga hal yang barang siapa memilki ketiganya, maka akan merasakan
manisnya iman, (yaitu) Allah dan Rasulnya lebih dia cintai daripada selain
keduanya, apabila menyintai seseorang, maka tidaklah dia mencintai,
kecuali karena Allah, serta benci untuk kembali kepada kekufuran setelah
Allah menyela-matkan darinya sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke
neraka." (HR. Al-Bukhari)
Maka masing-masing kita hedaklah melihat, apakah Allah dan Rasul telah
kita tempatkan di atas semua orang, termasuk anak, istri atau suami,
serta segala kesenangan hidup? Lalu kita lihat juga apakan cinta kita
terhadap sesama manusia sudah karena Allah, atau kah karena ada
sebab-sebab lain seperti materi, tujuan keduniaan, kelompok dan golongan dan
sebagai-nya? Lalu yang ketiga, apakah kita telah membenci kekufuran,
termasuk pelakunya dan segala yang berkaitan dengan diri, kehidupan dan
gayanya? Atau kah sebaliknya kita malah meniru (tasyabbuh), taklid dan
ikut-ikutan terhadap prilaku kaum kufar?

Sikap Mukmin Terhadap Dosa

Abdullah Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu berkata, "Sesungguhnya seorang
mukmin melihat dosanya ibarat kalau dia sedang duduk di bawah gunung dan
takut kalau gunung itu runtuh menimpanya. Sedangkan seorang fajir
(pelaku dosa) melihat dosanya ibarat (melihat) lalat yang terbang di depan
hidungnya seraya mengatakan begini." Para ulama manafsirkan, yaitu
dengan menggerak-kan tangannya di depan hidung layak-nya mengusir lalat.
Sikap seseorang terhadap dosa akan sangat berpengaruh terhadap
sikap-sikapnya di dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini disebabkan karena
tatkala seseorang menganggap kecil dan remeh sebuah dosa, maka cenderung
akan berbuat semaunya.
Maka seorang mukmin kalau berbuat dosa akan merasa sedih, takut dan
gelisah karena kekuatan imannya mendorong demikian. Ia tidak melihat besar
kecilnya dosa, namun melihat kepada siapa berbuat dosa. Demikian
hendaknya masing-maing kita menyikapi dosa, karena hal itu akan mendorong ke
arah sikap-sikap positif se-perti introspeksi (muhasabah), mawas diri,
hati-hati serta banyak beristighfar.

Mudah-mudahan Allah Subhannahu wa Ta'ala memasukkan kita semua ke dalam
golongan hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan iman yang sejati dan
benar, serta menghapuskan dosa dan kesalahan kita baik yang telah lalu
maupun yang akan datang. Amin.

Sumber: Kutaib,”Min ‘alamatil iman ash shadiq,” Asma’ binti Abdur
Rahman Al Bani, bittasharruf wazzi-yadh. (Ibnu Djawari)

Tuesday, January 17, 2006

Taujih

Assalamu'alaikum wr wb